DI sebuah rumah berukuran kecil yang dikontrak oleh Ir Maxentius Umbu Hina Djingga Kadu di perkampungan padat penduduk di kawasan Awiligar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sebagian besar ruangan dipakai untuk laboratorium kecil-kecilan.
JANGAN berharap dalam laboratorium itu dapat ditemukan peralatan canggih, tetapi di ruangan itu terdapat berbagai bahan baku serta bahan kimia untuk pembuatan selulosa murni sehingga rumah Max Umbu terasa sumpek.
Sebenarnya penemuan ini dapat menunjang program pemerintah dalam pengadaan bahan baku pulp dan kertas. Selain itu, selulosa murni juga bisa digunakan untuk tujuan komersial, seperti bahan baku industri kertas berharga, printer circuit board (PCB), carboxy methyl cellulosa, filter (membrane semi permeable), dan chip komputer.
Di samping itu, selulosa murni antara lain juga bisa digunakan untuk bahan baku dalam industri kertas HVS baik yang berkualitas tinggi maupun rendah, selotip, telepon seluler, kemasan teh celup, benang berkualitas tinggi, dan lem kaca. Aplikasi penemuan ini bisa menggunakan peralatan dan mesin sederhana serta dapat diproduksi di dalam negeri.
Agar bisa mencapai skala ekonomi, selulosa murni harus diproduksi massal. Berdasarkan hasil penelitian Bung Max Umbu, panggilan di antara rekan-rekannya, investasi dan modal kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi selulosa murni tergolong rendah. Bahkan, dia sudah membuat simulasi dan menghitung rinci keuntungan yang bisa diraih industri bila memakai selulosa murni sebagai bahan baku utama suatu produk.
Sementara proses produksi cukup sederhana karena proses pembibitan dan pematangan hanya mengandalkan mikroba sehingga tidak memerlukan peralatan dan mesin berteknologi tinggi. Sedangkan proses akhir yang diperlukan hanya penyesuaian suhu yang juga dapat dikatakan sederhana.
SELULOSA murni sesungguhnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri hilir karena selulosa yang dihasilkan tergolong berkadar tinggi. Penemuan ini merupakan terobosan teknologi proses sangat inovatif dan sangat layak dikembangkan menjadi skala industri menengah atau besar.
Hasil penemuan ini telah diuji di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa Bandung, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, tanggal 7 November 2001.
Bahkan, penemuan Bung Max ini juga telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pada bulan November 2003. Proses untuk melakukan penelitian selulosa murni sampai didaftarkan di HAKI Depkeh dan HAM bukan perkara mudah, apalagi untuk melakukan itu perlu biaya dan tenaga khusus.
Namun, berkat kemauan keras dan bantuan teman-teman Max, semua kendala itu bisa dilalui. Ketika diuji di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Max dan teman-temannya juga sempat dipersulit.
"Ketika itu kami membawa bubur kertas sesuai permintaan pihak laboratorium, tetapi tidak diterima. Kemudian kami disuruh membawa lembaran kertas dan harus kering. Kemudian mereka minta lagi serbuk kertas. Ujung-ujungnya pihak laboratorium meminta kerja sama," kata Max Umbu.
Proses produksi selulosa murni dapat dilakukan dengan skala industri besar, menengah, dan dapat pula dengan skala industri kecil. Pemanfaatan selulosa bakteri di Indonesia saat ini baru menyentuh industri makanan ringan seperti nata de coco (substrat air kelapa), nata de pina (substrat perasan buah nanas), santan kelapa, dan limbah tahu. "Terakhir, telah ada yang meneliti pemanfaatan limbah kulit/getah buah cokelat untuk pembuatan pulp (nata)," ujar Max Umbu.
SELULOSA yang biasa kita kenal adalah komponen pembentuk dinding sel tanaman sebagai hasil fotosintesis yang jumlahnya cukup dominan. Selulosa hampir tidak dijumpai dalam keadaan murni di alam, tetapi berikatan dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa.
Untuk memproduksi selulosa murni cukup digunakan peralatan lokal. Peralatan dan metode teknologi proses produksi selulosa murni didesain berdasarkan pengalaman dalam melakukan penelitian, dengan mengacu pada teknologi skala kecil dan ramah lingkungan.
Max Umbu menguraikan rinci proses pembuatan serta keuntungan penggunaan selulosa murni ini dalam suatu studi kelayakan. Semula penemuan ini akan dimanfaatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, karena adanya faktor politis, hal itu tidak jadi dilanjutkan.
Max adalah sarjana teknologi pangan Universitas Bandung Raya (Unbar) tahun 1992. Dia merasa jiwa untuk meneliti sesuatu yang baru lebih karena bakatnya yang kemudian didukung pengetahuan yang diperoleh dari sekolah. Meski terobosan yang dilakukan Max terbilang luar biasa, namun kehidupan ekonominya pas-pasan. "Adakalanya untuk kebutuhan sehari-hari saya masih mengandalkan bantuan teman-teman dekat karena saya menderita wasir," ujar Max Umbu.
PADA tahun 1993, Bung Max memang pernah bekerja di perusahaan swasta, tetapi tidak bisa bertahan lama. Dia juga pernah bekerja di perusahaan asuransi pada tahun 1995, namun tidak lama kemudian keluar. Sejak tahun 1996, Max Umbu lebih tertantang melakukan kegiatan penelitian sendiri di rumahnya yang sempit dan sumpek itu sampai akhirnya menemukan selulosa murni bermutu tinggi.
Max Umbu lahir 5 Juni 1966 di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil perkawinannya dengan Ny Enah Heriyanti yang juga sarjana teknologi pangan, pasangan ini memiliki seorang anak, yakni Erickson, yang kini duduk di kelas lima sekolah dasar. Meski memiliki ide cemerlang, namun Max Umbu juga terkadang terpaksa meminta bantuan kepada mertua saat ada kebutuhan hidup sangat mendesak.
Gambaran kehidupan Max Umbu barangkali cermin dari rendahnya apresiasi masyarakat kita terhadap orang-orang yang memiliki jiwa pionir. Penghargaan masyarakat kita lebih ditujukan kepada sesuatu yang berwujud kebendaan atau materi, sedangkan ide dan terobosan baru di bidang ilmu pengetahuan serta kegiatan berbau penelitian ilmiah masih dipandang sebelah mata. Penyebabnya, masyarakat kita lebih suka dengan sesuatu yang instan. (TJAHJA GUNAWAN)
JANGAN berharap dalam laboratorium itu dapat ditemukan peralatan canggih, tetapi di ruangan itu terdapat berbagai bahan baku serta bahan kimia untuk pembuatan selulosa murni sehingga rumah Max Umbu terasa sumpek.
Sebenarnya penemuan ini dapat menunjang program pemerintah dalam pengadaan bahan baku pulp dan kertas. Selain itu, selulosa murni juga bisa digunakan untuk tujuan komersial, seperti bahan baku industri kertas berharga, printer circuit board (PCB), carboxy methyl cellulosa, filter (membrane semi permeable), dan chip komputer.
Di samping itu, selulosa murni antara lain juga bisa digunakan untuk bahan baku dalam industri kertas HVS baik yang berkualitas tinggi maupun rendah, selotip, telepon seluler, kemasan teh celup, benang berkualitas tinggi, dan lem kaca. Aplikasi penemuan ini bisa menggunakan peralatan dan mesin sederhana serta dapat diproduksi di dalam negeri.
Agar bisa mencapai skala ekonomi, selulosa murni harus diproduksi massal. Berdasarkan hasil penelitian Bung Max Umbu, panggilan di antara rekan-rekannya, investasi dan modal kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi selulosa murni tergolong rendah. Bahkan, dia sudah membuat simulasi dan menghitung rinci keuntungan yang bisa diraih industri bila memakai selulosa murni sebagai bahan baku utama suatu produk.
Sementara proses produksi cukup sederhana karena proses pembibitan dan pematangan hanya mengandalkan mikroba sehingga tidak memerlukan peralatan dan mesin berteknologi tinggi. Sedangkan proses akhir yang diperlukan hanya penyesuaian suhu yang juga dapat dikatakan sederhana.
SELULOSA murni sesungguhnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri hilir karena selulosa yang dihasilkan tergolong berkadar tinggi. Penemuan ini merupakan terobosan teknologi proses sangat inovatif dan sangat layak dikembangkan menjadi skala industri menengah atau besar.
Hasil penemuan ini telah diuji di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa Bandung, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, tanggal 7 November 2001.
Bahkan, penemuan Bung Max ini juga telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pada bulan November 2003. Proses untuk melakukan penelitian selulosa murni sampai didaftarkan di HAKI Depkeh dan HAM bukan perkara mudah, apalagi untuk melakukan itu perlu biaya dan tenaga khusus.
Namun, berkat kemauan keras dan bantuan teman-teman Max, semua kendala itu bisa dilalui. Ketika diuji di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Max dan teman-temannya juga sempat dipersulit.
"Ketika itu kami membawa bubur kertas sesuai permintaan pihak laboratorium, tetapi tidak diterima. Kemudian kami disuruh membawa lembaran kertas dan harus kering. Kemudian mereka minta lagi serbuk kertas. Ujung-ujungnya pihak laboratorium meminta kerja sama," kata Max Umbu.
Proses produksi selulosa murni dapat dilakukan dengan skala industri besar, menengah, dan dapat pula dengan skala industri kecil. Pemanfaatan selulosa bakteri di Indonesia saat ini baru menyentuh industri makanan ringan seperti nata de coco (substrat air kelapa), nata de pina (substrat perasan buah nanas), santan kelapa, dan limbah tahu. "Terakhir, telah ada yang meneliti pemanfaatan limbah kulit/getah buah cokelat untuk pembuatan pulp (nata)," ujar Max Umbu.
SELULOSA yang biasa kita kenal adalah komponen pembentuk dinding sel tanaman sebagai hasil fotosintesis yang jumlahnya cukup dominan. Selulosa hampir tidak dijumpai dalam keadaan murni di alam, tetapi berikatan dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa.
Untuk memproduksi selulosa murni cukup digunakan peralatan lokal. Peralatan dan metode teknologi proses produksi selulosa murni didesain berdasarkan pengalaman dalam melakukan penelitian, dengan mengacu pada teknologi skala kecil dan ramah lingkungan.
Max Umbu menguraikan rinci proses pembuatan serta keuntungan penggunaan selulosa murni ini dalam suatu studi kelayakan. Semula penemuan ini akan dimanfaatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, karena adanya faktor politis, hal itu tidak jadi dilanjutkan.
Max adalah sarjana teknologi pangan Universitas Bandung Raya (Unbar) tahun 1992. Dia merasa jiwa untuk meneliti sesuatu yang baru lebih karena bakatnya yang kemudian didukung pengetahuan yang diperoleh dari sekolah. Meski terobosan yang dilakukan Max terbilang luar biasa, namun kehidupan ekonominya pas-pasan. "Adakalanya untuk kebutuhan sehari-hari saya masih mengandalkan bantuan teman-teman dekat karena saya menderita wasir," ujar Max Umbu.
PADA tahun 1993, Bung Max memang pernah bekerja di perusahaan swasta, tetapi tidak bisa bertahan lama. Dia juga pernah bekerja di perusahaan asuransi pada tahun 1995, namun tidak lama kemudian keluar. Sejak tahun 1996, Max Umbu lebih tertantang melakukan kegiatan penelitian sendiri di rumahnya yang sempit dan sumpek itu sampai akhirnya menemukan selulosa murni bermutu tinggi.
Max Umbu lahir 5 Juni 1966 di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil perkawinannya dengan Ny Enah Heriyanti yang juga sarjana teknologi pangan, pasangan ini memiliki seorang anak, yakni Erickson, yang kini duduk di kelas lima sekolah dasar. Meski memiliki ide cemerlang, namun Max Umbu juga terkadang terpaksa meminta bantuan kepada mertua saat ada kebutuhan hidup sangat mendesak.
Gambaran kehidupan Max Umbu barangkali cermin dari rendahnya apresiasi masyarakat kita terhadap orang-orang yang memiliki jiwa pionir. Penghargaan masyarakat kita lebih ditujukan kepada sesuatu yang berwujud kebendaan atau materi, sedangkan ide dan terobosan baru di bidang ilmu pengetahuan serta kegiatan berbau penelitian ilmiah masih dipandang sebelah mata. Penyebabnya, masyarakat kita lebih suka dengan sesuatu yang instan. (TJAHJA GUNAWAN)
0 komentar:
Posting Komentar